Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Buku The Girl on The Train

The Girl on the TrainThe Girl on the Train by Paula Hawkins


The grass is always greener on the other side of the fence, alias rumput tetanga selalu terlihat lebih hijau, begitulah sebuah kesan yang diketengahkan oleh novel ini. The girl on the train adalah sebuah novel bergenre supense/thriller, ceritanya cukup membuat penasaran dan membuat pembaca aktif menebak-nebak jalan ceritanya. Downside dari genre ini menurut saya adalah karena saking ceritanya membuat penasaran terkadang pembaca sekedar bermain dipermukaan cerita, sekedar menikmati alur cerita demi memuaskan rasa penasaran. Novel setebal 400 hlmn ini melibatkan pelaku utama yang sangat terbatas jumlahnya tetapi berhasil mengembangkan cerita dengan begitu rumit, menarik, membuat penasaran dan tidak membosankan. Dimulai dari tokoh utama Rachel yang perkawinannya gagal, masa lalunya menyedihkan, jatuh menjadi alkoholik akhirnya kehilangan pekerjaan. Merasa malu kalau ketahuan bhw dia sdh dipecat, Rachel naik kereta setiap hari seolah-olah pergi kerja dan pulang pada sore hari seperti biasa. Kereta yg ditumpangi selalu berhenti beberapa saat di simpangan yang dekat dengan kompleks dimana dahulu dia tinggal dengan suaminya. Dari kereta dia bisa melihat secara sekilas kehidupan suaminya yang sekarang dengan isteri barunya dan seorang bayi mereka, bayi yang tidak bisa Rachel berikan. Tapi dia tentu saja tdk mau terlalu memperhatikan bekas rumahnya karena hanya akan menyegarkan luka lamanya. Alih-alih dia memperhatikan rumah yang lainnya yang modelnya persis sama juga dihuni oleh pasangan yang seumuran, terlihat bahagia, mesra meskipun belum memiliki anak. Bagi Rachel yang memandang dari jauh pasangan ini seolah pasangan yang perfect, penuh kehangatan dan kebahagiaan. Dalam hayalan dan angan-angannya yang terobsesi pada pasangan ini Rachel membuatkan nama bagi pasangan suami istri ini, Jason dan Jess. Tentu saja itu bukan nama sebenarnya dari pasangan tersebut. Berikutnya suatu ketika dia mengamati dari kereta bahwa ternyata si isteri (Jess) ternyata bukanlah isteri yang setia lalu hari berikutnya koran memberitakan bahwa seorang perempuan telah hilang dari rumahnya dan ternyata yang hilang adalah Jess. Disinilah keseruan dimulai. Karena Rachel memutuskan untuk membantu polisi menemukan jejak dimana Jess berada. Rachel mengambil resiko untuk mengunjungi kompleksnya yang dulu menemui suami Meghan (yang dia sebut Jess) untuk memberitahukan bahwa isterinya tidak setia dan ada kemungkinan dia lari dengan selingkuhannya, resikonya adalah ada kemungkinan dia bertemu dengan mantan suaminya dan isteri barunya yang tentu saja tidak menyukai Rachel. Misteri terbesar yang hendak dipecahkan adalah kemana hilangnya Meghan, Apakah ada yang menculiknya atau bahkan membunuhnya? Bagaimana keterlibatan mantan suaminya (Tom) dan isteri barunya (Anna) dalam kasus ini? Atau jangan-jangan Scott (suami dari peremuan yang hilang itu) yang menghilangkan isterinya karena cemburu? Bumbu cerita tidaklah sesimpel itu karena Rachel ternyata sering hilang kesadaran dibawah pengaruh alkohol, bagaimana dia bisa membantu? Sementara Meghan si isteri yang hilang ternyata pernah bekerja sebagai babysitter di rumah Tom mantan suami Rachel. Rumit kan? :)

Cerita dikembangkan dari tiga sudut pandang pemeran utama yang kesemuanya adalah para isteri-isteri dan mantan isteri yaitu Rachel (mantan isteri Tom) sebagai tokoh utama, Anna (Isteri kedua Tom) dan Meghan (si isteri yang hilang). Judul-judul bab dimulai dari nama salah satu dari ketiga peremuan itu disertai tanggal kejadian. Tapi saya heran mengapa penulis tidak mengembangkan cerita dari sudut pandang para suami-suami juga yaitu Scott dan Tom, karena peran mereka dalam cerita juga sangat "seruh".

Pesan yang paling mendalam adalah kita sering membandingkan kehidupan kita dengan oranglain. Melihat kesuksesan oranglain dan membandingkannya dengan kekurangan kita padahal dibalik hijaunya rumput tetangga tentu saja ada upaya yang mereka lakukan untuk membuat rumput itu hijau, upaya yang kita tidak lakukan. Kita hanya bisa nyinyir tanpa berusaha memperbaiki kekurangan. Lalu hal lainnya adalah hijaunya rumput sebelah kadang-kadang hijau hanya dalam angan-angan kita, hijau yang tak patut dicemburui, karena mungkin hijaunya hanyalah karena mereka memakai rumput sintetis bukan rumput alami ha ha ha (you knowlah what i mean). Nobody is perfect dan semua orang punya masalah dan cerita sendiri........ ah sudahlah ini hanya ngejar target baca sambil melawan godaan Tipi. Selamat membaca kalau anda penasaran. Aku beri bintang empat.

View all my reviews

Posting Komentar untuk "Review Buku The Girl on The Train"