Mewujudkan Merdeka Belajar dengan Belajar dari Rumah
Indonesia adalah
salah satu negara yang masih terus berjuang memperbaiki kualitas pendidikannya.
Beberapa indikator yang sering digunakan sebagai patokan untuk mengukur
kualitas pendidikan suatu negara diantaranya adalah Human Development Index
(HDI), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), Progress
in International Reading Literacy Study (PIRLS), serta Programme for
International Student Assessment (PISA). Dari semua indikator tersebut
peringkat Indonesia masih berada pada posisi menengah bawah hingga rendah. Organisasi untuk Kerja Sama
Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat, berdasarkan peringkat Programme for
International Student Assessment (PISA) Indonesia, survei tahun 2018, Indonesia
berada pada peringkat ke-74 dari 79 negara. Sementara itu untuk Indek
Pembangunan Manusia (IPM) negara kita berada pada posisi 107 dan 189 negara.
Untuk hasil tes PIRLS Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara.
Dalam upaya
memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset
dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim telah meluncurkan program
baru yang disebut “Merdeka Belajar”. Program yang dicanangkan pemerintah ini
merupakan sebuah program yang cukup menyeluruh karena didalamnya pemerintah
telah berupaya memperbaiki aspek administrasi, kebijakan, kurikulum serta
mengajak keterlibatan para stake holder pendidikan. Program ini telah
diluncurkan sejak akhir tahun 2019 dan sampai saat ini Kemendikbudristek telah meluncurkan 10
episode program merdeka belajar diantaranya adalah penghapusan UN dan
menggantinya dengan AKM, penyederhanaan RPP, Program Kampus Merdeka, Program
Guru Penggerak, Program Sekolah Penggerak dan masih ada beberapa program lainnya.
Tulisan singkat ini hanya akan membahas bagaimana siswa atau mahasiswa dapat berpartisipasi
memberikan sumbangan terbaiknya untuk mewujudkan merdeka belajar secara khusus
bagaimana siswa dan mahasiswa melaksanakan merdeka belajar dari rumah.
Bagaimana melaksanakan merdeka belajar dari rumah?
Program merdeka
belajar telah dimulai dengan sebuah langkah awal yang sangat revolusioner yaitu
menghapus Ujian Nasional. Dalam program Merdeka Belajar Ujian Nasional (UN)
digantikan dengan Assesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter serta
Survei Lingkungan Belajar. Oleh karena itu terdapat setidaknya empat peranan
yang dapat dilakukan para pembelajar, dalam hal ini siswa dan mahasiswa, untuk mensuksekan
program merdeka belajar. Hal tersebut adalah merefleksikan kembali makna bersekolah,
memupuk kemandirian belajar, meningkatkan kemampuan literasi dan mengembangkan
kreatifitas.
Hal yang pertama adalah pentingnya para pelajar merefleksikan kembali makna bersekolah. Pada tingkat SD-SMA, selama ini sudah bukan rahasia lagi diketahui bahwa UN selalu menjadi momok yang menakutkan bagi siswa karena Ujian Nasional adalah penentu kelulusan tingkat di satuan pendidikan. Kini dengan digantikannya UN menjadi AKM hal itu tidak perlu lagi dikuatirkan para siswa karena AKM tidak menentukan kelulusan tetapi hanya bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk memetakan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dengan bergantinya UN menjadi AKM, diharapkan para siswa memahami bahwa tujuan bersekolah bukanlah untuk sekedar untuk lulus ujian atau sekedar mendapatkan ijazah. Diharapkan para siswa menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah untuk pertama-tama membuka wawasan bahwa sebagai generasi muda mereka harus mempersiapkan diri untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Pada zaman UN masih diberlakukan kita melihat bahwa nilai rata-rata UN selalu saja dibawah angka yang tidak memuaskan. Hal ini memberi gambaran rendahnya penguasaan kompetensi dikalangan para pelajar. Nah ini bisa menjadi indikasi rendahnya motivasi belajar diantara para siswa, sehingga sangat diharapkan bahwa dengan tidak adanya UN bukanlah kesempatan bagi siswa untuk semakin bermalas-malasan dalam belajar.
Ada banyak perbincangan dimedia social yang cukup memprihatinkan yang mengindikasikan bagaimana kaum pelajar menggambarkan diri mereka sebagai kaum “rebahan” atau kaum “santuy”. Sangat penting bagi para pelajar untuk melihat bahwa tidak adanya UN adalah kesempatan bagi mereka untuk betul-betul memaknai belajar sebagai sebuah tanggung jawab yang berawal dari kesadaran pribadi untuk belajar dan memperlengkapi diri dengan pengetahuan dan keterampilan demi masa depan yang lebih baik.
Selanjutnya dengan memahami hakekat belajar ini, maka diharapkan siswa dapat lebih mandiri dalam mengarahkan pembelajaran mereka. Tahar dan Enceng seperti dikutip dalam Huda, M.N. dkk. (2010) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai aktivitas belajar yang dilakukan oleh individu dengan kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar, waktu, tempat. Melalui program merdeka belajar siswa seharusnya memperlihatkan kemandirian dan tanggung jawabnya dalam belajar. Kemandirian dan tanggung jawab belajar ini sangat penting apalagi dalam situasi belajar dari rumah seperti yang kita alami dalam masa pandemi ini.
Siswa yang mandiri
dalam belajar tidak akan melihat tugas dan materi yang dikirimkan oleh guru dan
dosen sebagai beban kepahitan yang harus dipikul dilaksanakan agar lulus mata
kuliah tetapi melihatnya sebagai upaya terbaik yang diberikan guru dan dosen untuk memfasilitasi mereka
dalam belajar dari rumah. Pelajar yang mandiri adalah mereka yang tidak puas
dengan materi yang terbatas dikirmkan guru dan dosen tetapi mereka akan
mengembangkan sendiri pengetahuan yang dimiliki dengan mengarungi lautan
informasi ilmu yang tersedia di internet. Pelajar yang mandiri adalah mereka
yang memanfaatkan waktu luang dengan belajar aneka keterampilan atau pengetahuan
bermakna yang tersedia lewat tutorial-tutorial di youtube atau sumber lain di
internet.
Hal ketiga yang
perlu para pelajar lakukan dalam menyukseskan program merdeka belajar ini adalah
perlunya peningkatkan kemampuan literasi para pelajar. Kita sudah mengetahui
bahwa kemampuan literasi para siswa Indonesia masih sangat rendah. Salah satu
indikatornya adalah rendanya minat baca dikalangan remaja dan hasil tes PIRLS
yang merupakan tes internasional dibidang literasi menunjukkan Indonesia berada
di peringkat 60 dari 61 negara. Sejalan dengan itu dalam Assesmen Kompetensi
Minimum (AKM) salah satu penekanannya adalah adanya tes yang menguji kemampuan
literasi siswa yaitu literasi membaca dan literasi numerik. Dari sini dapat
dikatakan bahwa untuk mensukseskan merdeka belajar dan terlebih lagi demi masa
depan siswa yang lebih baik, maka siswa Indonesia harus mencintai literasi.
Menurut Irianto
dan Febrianti (2017) Literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan
menulis, tetapi literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikir
kritis, dan peka terhadapi lingkungan sekitar. Mengembangkan kemampuan literasi
siswa dimulai dari kemauan siswa untuk mencintai kegiatan membaca dan setelah
itu ditingkatkan pula menjadi kegiatan
menulis. Ketika siswa memiliki kecintaan pada membaca, maka mereka akan menjadi
orang-orang yang memiliki wawasan yang luas.
Pelajar yang memiliki
wawasan yang luas akan mudah untuk membedakan mana informasi hoax dan
mana informasi yang benar. Mereka menjadi tidak mudah percaya pada berita
yang sensasional tetapi akan selalu mempertanyakan kebenaran suatu informasi.
Kemampuan literasi
akan dapat pula mengantarkan para pelajar menjadi lebih terampil dalam
teknologi, politik atau bidang apapun yang diminatnya. Karena dengan kemampuan
literasinya mereka akan dengan mudah mempelajari bahan-bahan yang berkaitan
dengan ilmu yang diminatinya. Jadi disini dengan kemampuan literasi yang baik
akan semakin mendukung siswa/mahasiswa untuk menjadi pelajar yang mandiri dan
terlebih lagi akan mampu mewujudkan tujuan pendidikan untuk mewujudkan pribadi
pembelajar sepanjang hayat.
Hal selanjutnya yang perlu dikembangkan siswa berkaitan dengan program merdeka belajar adalah memupuk kreatifitas. Dengan belajar dari rumah siswa memiliki banyak waktu untuk belajar secara mandiri dan salah satu hal positif yang siswa perlu kembangkan diwaktu luangnya adalah mengasah kreatifitas. Mengutip pendapat Esyani (2015) dalam blog blog.unnes.ac.id/ mengatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan menciptakan dan mewujudkan gagasan baru untuk meningkatkan nilai tambah atau manfaat dari bahan-bahan yang sudah tersedia. Para pelajar baik siswa maupun mahasiswa perlu untuk mengembangkan kreatifitasnya sebagai upaya untuk berlatih memunculkan ide-ide baru dalam mencari solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi.
Pelajar yang
kreatif tidak akan mudah putus asa bila mendapat tugas sekolah yang rumit karena
dengan kreatifitasnya siswa tersebut akan mencari solusi dari permasalahan yang
dihadapi. Pelajar dan mahasiswa yang kreatif akan berusaha untuk selalu
mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kreasinya sendiri dan
tidak selalu menyontek atau meng-copy-paste tugas dari internet. Pelajar
dan mahasiswa yang kreatif akan membentuk grup diskusi maya agar dapat bertukar
fikiran dan berdiskusi. Pelajar dan mahasiswa yang kreatif akan memanfaatkan
gadget mereka dengan maksimal untuk pembelajaran.
Salah satu
keterampilan yang dibutuhkan siswa adalah keterampilan memecahkan masalah (problem
solving). Keterampilan memecahkan masalah ini perlu ditunjang dengan
kreatifitas. Kehidupan manusia saat ini dan terlebih
dimasa yang akan datang dipenuhi dengan masalah-masalah yang semakin rumit
seperti masalah sumber energi baru, masalah pencemaran, masalah teknologi yang
ramah lingkungan, pemanasan global, antisipasi pandemic baru, dan banyak lagi
persoalan yang belum terpikirkan. Agar nantinya generasi muda dapat
berkontribusi kepada masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang terjadi maka kreatifitas
dalam menyelesaikan persoalan haruslah diasah dari sekarang.
Kesimpulan
Program merdeka belajar diluncurkan pemerintah
dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Kesuksesan
dari program ini tentunya tidak lepas dari dukungan para pelajar dan mahasiswa
itu sendiri dalam menyambut semangat merdeka belajar ini dan menerjemahkannya
dalam bentuk action yang positif dan nyata. Aksi positif dan nyata ini
haruslah dimulai dari sebuah kesadaran bahwa bersekolah bukanlah sekedar
formalitas, bukan sekedar untuk lulus dan mendapatkan ijazah tetapi bersekolah
adalah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat mempersiapkan diri
menyambut masa depan. Dalam kesadaran itu para pelajar perlu untuk memupuk
kemandirian belajar, mencintai literasi dan mengasah kreatifitas. Kemandirian belajar,
mencintai literasi dan kreatifitas adalah hal yang dapat menjadikan generasi
muda sekarang menjadi pribadi yang dapat memberikan kontribusi yang positif
bagi keluarga, bagi pembangunan bangsa dan negara serta bagi kebaikan umat
manusia.
Daftar Pustaka
Esyani.
(2015). http://blog.unnes.ac.id/ikajuli/2015/11/19/pentingnya-kreativitas-bagi-remaja/.
Retrieved from http://blog.unnes.ac.id/:
http://blog.unnes.ac.id/ikajuli/2015/11/19/pentingnya-kreativitas-bagi-remaja/
Huda,
M.N., Mulyono, Isnaini Rosyidac, Wardono. (2019). Kemandirian Belajar
Berbantuan Mobile Learning. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika,
(pp. 798-806). Retrieved from
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/
Irianto,
P.O. dan Febrianti, L.Y. (2017). PENTINGNYA PENGUASAAN LITERASI. The 1st
Education and Language International Conference Proceedings, (pp.
640-647). Retrieved from
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ELIC/article/view/1282/989
Sumber Gambar (Sesuai urutan tampil di blog):
1.https://lpmpntt.kemdikbud.go.id
2. Askidea.com
3.https://koffieenco.blogspot.com
4.https://dap.bulelengkab.go.id
5.https://www.huffpost.com
Posting Komentar untuk "Mewujudkan Merdeka Belajar dengan Belajar dari Rumah"